MENGENAL TEKNIS dan NON-TEKNIS
DALAM KESEIMBANGAN HIDUP
DALAM KESEIMBANGAN HIDUP
Beberapa
pertanyaan atau perdebatan cukup menarik kami dapatkan dalam konseling sbb:
- Seorang anak remaja yang saat ini sedang masa kuliah, mempertanyakan mengapa sang ortu yang katanya sudah banyak belajar tentang kepribadian, hipnosis dsb tetap memaksakan kehendaknya kepada dirinya yang sudah seharusnya bisa ambil keputusan. Bahkan bisa lebih ngambek kalau tidak dituruti.
- Mereka yang telah mengambil gelar setelah kuliah begitu mahal, ternyata tidak seperti yang diharapkan para ortu, wali dan terutama pimpinan di tempat pekerjaannya. Sebagai contoh apakah karyawan memiliki gelar Sarjana lebih baik atau menguntungkan perusahaan dari pada karyawan non gelar pada saat ini?
- Begitu banyak profesional yang nyasar dalam bidang pekerjaan yang bukan jurusannya, sehingga saat ini bisa dilihat fenomena unjuk rasa akibat mereka stres dan merasa pihak luar perusahaan yang mengajak demo itulah harapan besarnya. Jangan dikira yang mendukung demo itu level buruh lho, banyak yang mendompleng situasi tsb dengan alasan kalau buruh dinaikkan maka otomatis pasti "nyundul".
- Perdebatan memilih pemimpin yang mana diinginkan ternyata tidak seperti yang dibutuhkan oleh masyarakat yang memilihnya. Misalnya syarat memilih pemimpin yang baik itu harus lebih kuat soal Teknis (gelar, pengalaman dsb) atau Non Teknis (kejujuran, kewibawaan dsb) mana yang lebih diutamakan.
Untuk bisa menjawab ke empat hal tsb diatas, mari kita berpikir secara
logika sbb:
- Bagaimana bila kita mencoba mengukur temperatur dengan alat ukur penggaris, atau
- mengukur berat badan dengan jam dinding atau
- mengukur kecepatan dengan stop watch.
Yang mana dari ketiga pengukuran tadi yang benar?
APA ALAT UKUR SALARY SEORANG PEMULA, PROFESIONAL dan PERUSAHAAN?
- Ketika seseorang melamar pekerjaan apakah lazim menggunakan alasan/”UKURAN” kenaikan harga sewa rumah, susu, dsb untuk menentukan SALARY-nya?
- Demikian pula apakah rasio Pendapatan dan Pengeluaran terhadap SDM sudah pernah diukur?
- Saat seseorang profesional mengajukan alasan/”UKURAN” kenaikan SALARY dengan ukuran kenaikan harga shampoo atau cicilan mobil?
- Bagaimana perusahaan secara keseluruhan mengukur masa depan PENDAPATAN SDM dan PERUSAHAAN sendiri
4 Tahap
Secara naluri manusia pasti akan
mencari cara untuk mengukur sesuatu yang “penting” (disadari atau tidak) dengan
akal budi-nya untuk bisa mengaturnya karena rupanya itulah kepentingannya:
- Tahap Mengenal
- Tahap Mengukur/Mengatur
- Tahap Merencanakan
- Tahap Menciptakan
Tahap 1
(mengenal)
Kalau kita
lihat setiap orang diberikan waktu 24 jam sama rata oleh Tuhan,
akan tetapi mengapa tidak semua orang menyadarinya? Atau mengapa hanya beberapa
orang yang bisa menghargainya dengan tepat waktu setiap saat? Disinilah kita
bisa melihat mereka yang telah meng "hargai" sebuah karunia
Tuhan dengan cara mengukur (dengan alat yang tepat contohnya: sebuah
jam).
Tahap 2
(mengukur dan mengatur)
(mengukur dan mengatur)
Setelah seseorang
senang bisa mengukur waktu dengan jamnya, maka mereka mencoba membuat janji
untuk melakukan sesuatu dan saat itulah mereka perlu mengatur waktunya (dengan
alat yang namanya AGENDA) untuk bekerja lebih efisien dalam 24
jam. Sebuah pemikiran yang simpel bukan?
Dengan tahap 1 dan
2 saja kita tanpa sadar sudah diajarkan sedari kecil bahwa begitu pentingnya
saat belajar di sekolah. Anda pasti sudah lolos semua melewati masa-masa
tsb soal AGENDA sampai dengan kelas di SD.
Tahap 3
(merencanakan)
Mengingat
begitu bervariasinya janji dan "to do list" seseorang, maka kita
mulai belajar mengenal perencanaan lebih ketat tidak hanya untuk hari ini saja,
karena semua persoalan tidak bisa diselesaikan dalam 24 jam, maka sebagian
besar kita mulai belajar membuat RENCANA dalam jadwal mingguan
atau bulanan bahkan tahunan. Biasanya di sekolah kita semua juga sudah belajar
jadwal bulanan atau semesteran sampai dengan di SMP bukan?
Tahap 4
(menciptakan)
Akhirnya kita
sampai juga di SMA dimana sudah mulai banyak kita belajar MENCIPTAKAN
sesuatu dengan waktu yang tersedia. Beberapa sekolah SMP mengijinkan siswanya
ikut dalam lomba2 yang mencipta juga. Disinilah kita bisa melihat mereka yang
pintar dan cerdas menggunakan waktunya, biasanya mendapatkan reward yang luar
biasa sebagai bekal mereka untuk lulus ke jenjang pendidikan selanjutnya.
CONTOH HASIL 4 TAHAP
- Bila kita belajar sekian jam, maka bisa “menciptakan” NILAI sekian.
- Bila kita bekerja sekian jam, maka bisa “menciptakan” UPAH sekian
Dengan demikian, kita
bisa menambah NILAI atau UPAH kita:
- Menambah “JAM BELAJAR/KERJA” atau/dan
- Meningkatkan “EFISIENSI/EFEKTIVITAS BELAJAR/KERJA”
Manakah PILIHAN TERBAIK MENURUT ANDA? Tentunya bukan dengan ber-“unjuk
rasa” kerja sama dengan pihak luar bukan?
Fakta-fakta yang kita bisa cari di google:
SDM kita terbukti sangat handal dan bahkan semenjak pelajar INDONESIA
meraih banyak juara TERATAS di berbagai olimpiade iptek di tingkat dunia
¢
http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2013/10/01/915/185364/SDM-Indonesia-Terbaik-Keempat-di-Dunia
¢
Metrotvnews.com: Berdasarkan Indeks
Dinamika Global 2013 dari Grant Thornton, Indonesia saat ini masuk ke dalam
urutan lima besar dunia sebagai negara yang memiliki sumber daya manusia (SDM)
terbaik. Hasil survei yang dilakukan Grant Thonton itu dirilis setelah menakar
lingkungan pertumbuhan ekonomi dari 60 negara terbaik di dunia dan menempatkan
Indonesia di posisi keempat.
Gbr hasil search google: Pelajar Indonesia
Juara
Akan tetapi mengapa setelah berkarir, SDM kita terbukti terkorup dan
tertinggal...
¢
http://m.rmol.co/news.php?id=99244
¢
Berdasarkan penilaian World Economic Forum (WEF)
pada 2012 tercatat daya saing Indonesia masih rendah dibandingkan dengan
perusahaan internasional maupun lingkungan regional Asean. Indonesia berada di
peringkat 50 pada tahun lalu dari 144 negara di bawah Singapura (urutan
kedua), Malaysia (urutan 25), Brunei Darussalam (urutan 28), dan Thailand
(urutan 38).
Demikian juga data yang diterbitkan oleh United Nations Development Programs (UNDP) tentang Indeks Pencapaian Teknologi dan Indeks Pembangunan Manusia. Indonesia menempati urutan 124 dari 178 negara, selain itu data keadaan perekonomian Indonesia dapat dilihat dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 2012 yang tumbuh 6,2%.
Demikian juga data yang diterbitkan oleh United Nations Development Programs (UNDP) tentang Indeks Pencapaian Teknologi dan Indeks Pembangunan Manusia. Indonesia menempati urutan 124 dari 178 negara, selain itu data keadaan perekonomian Indonesia dapat dilihat dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 2012 yang tumbuh 6,2%.
Gbr hasil search google: Juara Korupsi
Mari kita coba
cermati dimana sumber permasalahannya:
¢
Dimulai dari sekolah:
Gbr Saat ber-sekolah/kuliah soal Teknis belum
tentu diimbangi dari pelatihan Non Teknis
¢
Demikian pula saat berpacaran sd berkeluarga:
Gbr Saat ber-pacaran dan ber-keluarga soal
Teknis belum tentu diimbangi dari kemampuan Non Teknis
¢
Juga saat bekerja atau berbisnis:
Gbr Saat ber-karir soal Teknis belum tentu
diimbangi dari kemampuan Non Teknis
¢
Di sekolah ataupun di tempat kerja kemampuan
TEKNIS seseorang bisa secara otomatis didapatkan dan langsung bisa dilihat
RAPOR-nya. Akan tetapi inilah persoalannya, Rapor NON TEKNIS tidak pernah
dikeluarkan atau dikenali, tetapi justeru hanya menjadi bahan rapat atau curhat
antar pimpinan atau teamwork. Tanpa disadari inilah yang terjadi kekecewaan
yang muncul dan itulah ke empat perdebatan yang terjadi di awal tulisan ini.
Sekarang sudah
semakin jelas mana yang gampang diajarkan secara TEKNIS dan mana yang tentunya
juga bisa diajarkan secara NON TEKNIS, terlebih kita bisa melihat sebenarnya
yang lebih diutamakan dalam sebuah profesionalitas IDEAL adalah GABUNGAN
KEDUANYA bukan? (coba dibaca kata2 satu baris dengan kata sambung DAN, sungguh
luar biasa bukan?
Gbr Kombinasi SANGAT IDEAL Teknis dan Non
Teknis sebagai PASSION OF TEAMWORK
Kita sekarang
mencoba melihat dari sisi bahwa setiap SDM ibarat sebuah wadah, memiliki
kapasitas yang bisa terus berkembang untuk menampung “berkat” yang dicurahkan
oleh YME. Sama seperti hujan yang diberikan YME diberikan merata kepada setiap
orang, dan mereka yang bisa menampungnya maka ybs akan bisa menerima, menikmati
berkat- berkat tersebut dan tidak terbuang. Dimana pertumbuhan dinding2 kapasitas
SDM tsb sangat bergantung dengan sisi vertikal (NON TEKNIS) dan sisi horisontal
(TEKNIS):
¢
Bila sisi TEKNIS dan NON TEKNIS yang berkembang
seimbang maka bisa, kapasitas SDM akan meningkatkan meningkat dan sekaligus
meningkatkan daya tampung berkat yang tersedia:
Gbr: Wadah kapasitas SDM bila sisi TEKNIS
dan NON TEKNIS yang berkembang seimbang
Bekal pelatihan
SDM yang tidak seimbang antara TEKNIS dan NON TEKNIS akan menyebabkan SDM
sangat mudah menjadi stres, seperti yang kita lihat/dengan berita-berita saat
ini:
- http://www.beritametro.co.id/peristiwa/ingatkan-pejabat-tak-nyalakan-ponsel-dalam-pesawat-febriani-malah-dipukul
- http://www.bartytheme.com/mp3/kenapa-sosiolog-ui-thamrin-tomagola-disiram-air-oleh-munarman-jubir-fpi.html
- Dan masih banyak lagi...
Sudah di Tahap
Berapakah Anda?
¢
Sekarang, sudah di tahap berapakah Anda?
Sudahkah kita mengerti mengapa anak2 sekolah masih bisa menjawab 2 tahun lagi
akan menjadi apa sementara mereka yang lebih dewasa malah tambah bingung?
¢
Dan sekarang sudahkah kita pahami mengapa masih
terjadi “salah asuhan” dalam membina SDM baik dalam keluarga, sekolah maupun di
tempat kerja?
MENGAPA FAKTOR NON-TEKNIS (attitude) BEGITU
SULIT DIKENDALIKAN?
- Adanya kebiasaan pola pikir yang keliru: apa yang didoakan secara verbal dan non verbal (tertulis) contoh: FB dan NYANYIAN TRADISI
- Kurangnya kesadaran PELATIHAN dan CARA yang tepat sedari AWAL (masa probation)
- ASUMSI fatal: TEKNIS menghasilkan NON-TEKNIS secara otomatis
Semoga dengan informasi ini kita
semua bertambah peduli tentang pelatihan TEKNIS dan NON TEKNIS yang seimbang. Btw,
Pelatihan NON TEKNIS sama sekali bukan pelatihan SOFT SKILL.
Ir. William Wiguna,
CPHR., CBA., CPI.
HP/WA: 0818-839469
Twitter: @williamwiguna
www.facebook.com/groups/careplusindonesia/