Worthed or Worried?
Saat saya selesai deal dengan menawarkan gadget bekas saya ke pembeli sd 50% dari harga pasar, anak saya dengan kritis bertanya “Papa jual barang kok murah amat? Mending ngga usah beli kalau tahu jual barang rugi seperti itu Pa?”
Pertanyaan yang langsung kena seperti ini ternyata membuat saya harus berpikir 2 kali untuk bisa menjelaskannya. Mengapa? Karena saat ini begitu cepatnya teknologi sehingga perlengkapan gadget elektronik saya begitu cepat terasa kuno, walaupun saya sebenarnya termasuk jarang untuk mengganti gadget seperti Notebook, Smart HP, HP, Digital Camera dan GPS.
Saya mencoba menjelaskannya dari sisi pola pikir seorang anak yang mulai dewasa. Saya menerangkan bahwa untuk membeli sesuatu, dipastikan harus ada seseorang yang mampu menghitung seberapa keuntungan yang bisa kita peroleh. Dan itu tidak berarti selalu bernilai langsung ke uang. Sebagai contoh, saya bertanya kepada anak saya yang saat ini berusia 13 tahun, “Nate, kamu sudah berapa banyak Mama belikan mainan Hot Wheels”, karena hobi dia dari kecil adalah selalu meminta beli mobil Hot Wheels. “banyak sekali Pa” jawabnya. Kemudian saya sampaikan betapa orang tua sangat mengasihi anak sehingga mainan-mainan bisa menjadi bukti paling nyata untuk anaknya mulai mengerti apa pemberian orang tuanya. Kalau sudah cukup banyak, maka sang anak rupanya sudah tidak sempat lagi memainkannya dan kelihatannya Nate baru sadar kalau begitu banyak mainan yang sudah tidak dipakai lagi atau jarang dia mainkan lagi. “Apakah Papa dan Mama merasa rugi membelikan mainan yang saat ini banyak tersimpan di beberapa tempat rumah dan tidak lagi dipakai, bahkan sangat mungkin tidak laku kalau dijual satu per satu”. “Sekarang pun sebenarnya masih terus berlangsung para orang tua membelikan anak-anaknya kebutuhan “main” yang berupa percobaan robot, praktek elektronik dsb dari sekolah atau teman-temannya”.
Anak saya rasanya mulai mengerti dan mengangguk kalau sebenarnya ada nilai keuntungan yang belum pernah terpikirkan bahwa kami para orang tua berani memberikan semua jenis “tools” termasuk perlengkapan kerja atau mainan agar sang anak semakin berkembang otaknya dan sekaligus mengembangkan karakter utamanya menjadi sikap yang positif terhadap pemberian dan pemeliharaan barang-barang yang telah diberikan.
Sangat menarik, karena saya sendiri dulu hanya bersikap otomatis kalau sang anak meminta mainan, kami sebagai orang tua hanya merasakan sebagian besar adalah kewajiban. Akan tetapi dalam setiap kelas dari tahun 2005 yang kami ajarkan soal Karakter dan Sikap, maka betapa mengejutkan bahwa permainan pengenalan akan bentuk tidak lagi diajarkan atau dilanjutkan di sekolah-sekolah mulai dari SD dst. Sebagai contoh, Anda silahkan tanya kepada karyawan Anda pertanyaan sbb:
“Kalau besok ada tamu dari 5 negara yang berbeda-beda, dan kamu ditugaskan untuk meminta mereka duduk, apa yang kamu perlu belajar? Hampir selalu sang karyawan akan menjawab mereka butuh belajar BAHASA dan WAKTU yang lumayan lama.... Padahal besok kebutuhan kita.
Menurut Anda apa yang seharusnya mereka berikan?”
Kalau Anda juga kesulitan membantu sang karyawan, maka mungkin kita perlu bekerja sama untuk melanjutkan permainan bentuk yang sebenarnya sudah ditanamkan saat kita TK atau Taman Bermain. Ini bukan bercanda atau menghina bagi Anda yang sudah kuliah sd S3 lho.
Kami bahkan menyediakan sd 5 role play seperti itu yang ternyata langsung bisa membuat para karyawan atau team menyadari betapa pentingnya membaca atau mengenal bentuk sesuatu dan seseorang.
Kembali kepada Nate yang sekarang kembali bertanya, “...berarti saat Papa menjual gadget sebenarnya bukan karena harga yang murah dong ya, tetapi manfaat yang telah Papa ambil sudah jauh lebih besar dari pada nilai awal kita beli dan sekarang pun kalau dijual, maka itu sebagai bonus dan karena harganya murah kita bisa mengajarkan kepada mereka yang mau belajar gadget dengan biaya lebih murah.”
Semoga refleksi singkat ini bisa membuat kita lebih mengerti mengambil manfaat dari setiap benda dan waktu yang telah diberikan kepada kita. Btw, satu pertanyaan lagi muncul, menurut Anda kalau kita percaya Tuhan YME yang menciptakan diri kita, apakah juga telah mendapatkan keuntungan dengan masih hidupnya diri kita di dunia/lingkungan kita saat ini ya?
Salam Karakter,
Ir. William Wiguna, CPHR., CBA., CPI.
Care Plus Indonesia®
The First Life Time® Program & Counseling
PIN BBM: 2144922D
Twitter @williamwiguna
FB: William Wiguna
HP: 0818-839469, 021-94746539
william.wiguna@gmail.com
william@careplusindonesia.com
www.careplusindonesia.com (NEW, REDESIGNED!)
www.bestcharacters.blogspot.com
Bagaimana menginvestasikan Karakter Anda menjadi Aset SIKAP (Attitude) yang menguntungkan SEUMUR HIDUP? Menjual Tanpa Pernah Ditolak, Memimpin Dengan Otoritas, Menyelesaikan Konflik Menjadi Peluang dan Membuat Goal Setting, dengan KONSEP: Attitude Performance Indicator, Bimbingan Belajar dan "Money Back Guarantee" serta Free Lifetime Counseling.
Total Tayangan Halaman
Entri Populer
-
Setuju tidak setuju, adalah sebuah fakta bahwa pola pikir kita sangat menetukan cara kerja kita. Ketika masih duduk di bangku TK, kita...
-
MENGENAL TEKNIS dan NON-TEKNIS DALAM KESEIMBANGAN HIDUP Beberapa pertanyaan atau perdebatan cukup menarik ...
-
Widi Keswianto SE,MM,AFP,FChFP " Kita adalah Karunia Ciptaan Tuhan yang Luar Biasa yang sebenarnya berteknologi tinggi & memiliki...
-
Tweet Sepotong lagu yang selalu populer saat kita masih balita dan dipopulerkan langsung oleh orang tua atau orang terdekat kita saa...
Selasa, 29 November 2011
Kamis, 24 November 2011
Senin, 21 November 2011
Meng"harga"i Kelemahan
Meng”harga”i Kelemahan
Sangat sulit bahkan tersembunyi buat kita yang menterjemahkan secara teori apa itu "menghargai kelemahan". Bahkan kita cenderung menghindari dan sangat jengkel bila seseorang mengungkit2 kelemahan diri kita. Sebaliknya kalau kita membicarakan kelemahan orang lain atau bisa juga meng-gosip-kan orang lain betapa kita cenderung mau tahu dan rasanya kita jadi tampak "lebih suci" dari orang tersebut.
Mengapa kita memiliki kecenderungan seperti ini?
Mungkin dengan sebuah cerita bisa kita lebih mengerti kondisi tersebut:
Di dalam sebuah pesta, ada sekelompok Ibu2 sedang ber-gosip ria, dan tepat ketika itu ada seorang Ibu lain yang melewati kelompok ini. Seorang Ibu katakanlah si Polan, yang sedang asyik berbicara langsung melongo dan berkomentar tentang Ibu yang baru lewat tsb, “tuh, lihat sombong sekali wanita itu. Mentang2 kaya pakai anting berlian sebesar itu? Mau pamer sama siapa sih? Dasar sombong sekali ya tuh?”. Dan teman-temannya seperti dikomando langsung bersetuju-ria dan lanjut mendiskusikan serta bergosip ke”sombong”an sang Ibu ber-anting berlian yang sudah jauh melewati mereka.
Sekarang, menurut Anda siapakah sang Ibu yang sombong sebenarnya? Sangat mudah sekali bukan melihat bahwa dia yang melontarkan justeru dialah yang menunjukkan dirinya sebagai seorang yang sombong. Sebagaimana kita mengukur orang lain demikianlah diri kita diukur.
Mungkin Anda akan segera berkilah, “wah kalau aku yang disitu sih ngga bakalan terpancing dan akan cuekin tuh si Polan atau sang Ibu ber-anting berlian” atau “saya pasti akan tegur si Polan” serta mungkin “ngapain sih ngomongin orang lain...”. Mungkin juga Anda sesudah membaca cerita tadi dan langsung bisa melihat situasi dengan obyektif. Akan tetapi saat Anda yang di situasi yang mungkin mirip seperti itu ketika berdiskusi soal pimpinan yang hobi menyanyi di mana2, anggota DPR yang berani pamer mobil bernilai milyar-an, soal kekayaan pejabat dsb, apakah Anda bisa merasa lebih obyektif seperti merespon cerita si Polan tadi? Atau ikutan menjadi hakim atau cuma mem”bumbu”i-nya?
Amat sangat baik bila kita sendiri sebenarnya bisa melakukan hal yang sama ketika melihat kelemahan orang lain, sebenarnya itulah cermin kelemahan yang ada pada diri kita sendiri. Konyolnya, kita sendiri yang melakukan pengakuan di depan orang terdekat dengan diri kita karena merasa semakin leluasa. Sebagai ilustrasi adalah sbb: ada seorang suami yang disindir terus tiap hari oleh sang isteri bahwa tiap pagi sang istri tetangga selalu dicium mesra oleh suaminya sebelum berangkat kerja. Tanpa sadar sang suami langsung menjawab, “... saya juga mau banget cium si isteri tetangga tsb tiap hari tapi takut dia ngga mau...” Apa kira-kira reaksi sang isteri setelah tahu apa yang ada di pikiran sang suami?
Terlalu banyak teori atau “gajah depan mata tidak kelihatan, semut di seberang lautan terlihat” atau “balok depan mata tidak tampak, debu di mata orang tampak”, yang terjadi dan bisa kita menertawakan diri sendiri. Saya sendiri masih berjuang contohnya, sering bisa ingatkan anak saya untuk selalu disiplin kalau sedang main game, tetapi kalau sedang asyik main game sama saja rupanya. Karena baik isteri maupun anak juga ribut kalau saya lagi asyik dan diajak bicara tidak pernah bisa konsentrasi.
Dengan tiga ilustrasi di atas kita sudah bisa melihat apa yang disebut kelemahan bukan? Kelemahan itu tidak akan pernah disadari oleh ybs walaupun dikasih tahu oleh orang yang terdekat dengan diri kita. Mungkin juga dengan diri kita sendiri lho! yaitu bila kita sendiri tidak bisa menerima atau tidak bisa ikhlas (http://www.youtube.com/watch?v=uhrZN3mHeww). Cara kita membela diri bahkan dilengkapi dengan kambing hitam, adalah cara kuno kita untuk meng-“harga”i kelemahan diri kita yang tentu saja sangat tidak tepat bukan? Lebih tepatnya kita bisa ber”cermin” bukan dengan orang lain tetapi ber”cermin”-lah dengan diri kita (http://www.youtube.com/watch?v=ql_FdvD5nNs&feature=related).
Menghargai kelemahan dengan lebih baik bisa dimulai juga dengan menonton film ini (http://www.youtube.com/watch?edit=vd&v=NgmnE-nBpjk) yaitu cerita tentang kesaksian seorang isteri yang memberikan kata-kata kenangan terakhir saat pemakaman sang suami. Kelemahan sang suami seperti suka ngorok dan kentut saat tidur dulunya sangat mengganggu, tetapi sang isteri bisa cepat memahami kalau justeru saat sang suami saat sakit keras, bahwa ngorok dan kentut adalah tanda sang suami masih bertahan hidup. Demikianlah saat sungguh-sungguh sang suami sudah tiada, sang isteri bisa testimoni bahwa (maaf) ngorok dan kentut adalah “beautifully imperfection that make perfect”.
Sekarang kembali kepada kita, bagaimana kita bisa mengenali dan men”siasati” kelemahan tersebut? Memang perlu waktu dan teman seumur hidup untuk seutuhnya kita “tahu diri” dan akhirnya bisa bilang, Terima Kasih Tuhan karena telah Engkau ijinkan untuk memakai pasangan, keluarga dan teman-teman membuat saya semakin wangi di dalam perjalanan kembali kepada YME...
Perlu teman untuk berdiskusi seumur-hidup soal “kelemahan” (IMPERFECTION) yang bisa menjadi KEKUATAN KITA (PERFECTION in OUR LIFE)? Join atau hubungi kami di www.careplusindonesia.com atau di FB GROUP: https://www.facebook.com/groups/careplusindonesia/
Salam Karakter,
Ir. William Wiguna, CPHR., CBA., CPI.
Care Plus Indonesia®
The First Life Time® Program & Counseling
PIN BBM: 2144922D
Twitter @williamwiguna
FB: William Wiguna
HP: 0818-839469, 021-94746539
william.wiguna@gmail.com
william@careplusindonesia.com
www.careplusindonesia.com (NEW, REDESIGNED!)
www.bestcharacters.blogspot.com
Sangat sulit bahkan tersembunyi buat kita yang menterjemahkan secara teori apa itu "menghargai kelemahan". Bahkan kita cenderung menghindari dan sangat jengkel bila seseorang mengungkit2 kelemahan diri kita. Sebaliknya kalau kita membicarakan kelemahan orang lain atau bisa juga meng-gosip-kan orang lain betapa kita cenderung mau tahu dan rasanya kita jadi tampak "lebih suci" dari orang tersebut.
Mengapa kita memiliki kecenderungan seperti ini?
Mungkin dengan sebuah cerita bisa kita lebih mengerti kondisi tersebut:
Di dalam sebuah pesta, ada sekelompok Ibu2 sedang ber-gosip ria, dan tepat ketika itu ada seorang Ibu lain yang melewati kelompok ini. Seorang Ibu katakanlah si Polan, yang sedang asyik berbicara langsung melongo dan berkomentar tentang Ibu yang baru lewat tsb, “tuh, lihat sombong sekali wanita itu. Mentang2 kaya pakai anting berlian sebesar itu? Mau pamer sama siapa sih? Dasar sombong sekali ya tuh?”. Dan teman-temannya seperti dikomando langsung bersetuju-ria dan lanjut mendiskusikan serta bergosip ke”sombong”an sang Ibu ber-anting berlian yang sudah jauh melewati mereka.
Sekarang, menurut Anda siapakah sang Ibu yang sombong sebenarnya? Sangat mudah sekali bukan melihat bahwa dia yang melontarkan justeru dialah yang menunjukkan dirinya sebagai seorang yang sombong. Sebagaimana kita mengukur orang lain demikianlah diri kita diukur.
Mungkin Anda akan segera berkilah, “wah kalau aku yang disitu sih ngga bakalan terpancing dan akan cuekin tuh si Polan atau sang Ibu ber-anting berlian” atau “saya pasti akan tegur si Polan” serta mungkin “ngapain sih ngomongin orang lain...”. Mungkin juga Anda sesudah membaca cerita tadi dan langsung bisa melihat situasi dengan obyektif. Akan tetapi saat Anda yang di situasi yang mungkin mirip seperti itu ketika berdiskusi soal pimpinan yang hobi menyanyi di mana2, anggota DPR yang berani pamer mobil bernilai milyar-an, soal kekayaan pejabat dsb, apakah Anda bisa merasa lebih obyektif seperti merespon cerita si Polan tadi? Atau ikutan menjadi hakim atau cuma mem”bumbu”i-nya?
Amat sangat baik bila kita sendiri sebenarnya bisa melakukan hal yang sama ketika melihat kelemahan orang lain, sebenarnya itulah cermin kelemahan yang ada pada diri kita sendiri. Konyolnya, kita sendiri yang melakukan pengakuan di depan orang terdekat dengan diri kita karena merasa semakin leluasa. Sebagai ilustrasi adalah sbb: ada seorang suami yang disindir terus tiap hari oleh sang isteri bahwa tiap pagi sang istri tetangga selalu dicium mesra oleh suaminya sebelum berangkat kerja. Tanpa sadar sang suami langsung menjawab, “... saya juga mau banget cium si isteri tetangga tsb tiap hari tapi takut dia ngga mau...” Apa kira-kira reaksi sang isteri setelah tahu apa yang ada di pikiran sang suami?
Terlalu banyak teori atau “gajah depan mata tidak kelihatan, semut di seberang lautan terlihat” atau “balok depan mata tidak tampak, debu di mata orang tampak”, yang terjadi dan bisa kita menertawakan diri sendiri. Saya sendiri masih berjuang contohnya, sering bisa ingatkan anak saya untuk selalu disiplin kalau sedang main game, tetapi kalau sedang asyik main game sama saja rupanya. Karena baik isteri maupun anak juga ribut kalau saya lagi asyik dan diajak bicara tidak pernah bisa konsentrasi.
Dengan tiga ilustrasi di atas kita sudah bisa melihat apa yang disebut kelemahan bukan? Kelemahan itu tidak akan pernah disadari oleh ybs walaupun dikasih tahu oleh orang yang terdekat dengan diri kita. Mungkin juga dengan diri kita sendiri lho! yaitu bila kita sendiri tidak bisa menerima atau tidak bisa ikhlas (http://www.youtube.com/watch?v=uhrZN3mHeww). Cara kita membela diri bahkan dilengkapi dengan kambing hitam, adalah cara kuno kita untuk meng-“harga”i kelemahan diri kita yang tentu saja sangat tidak tepat bukan? Lebih tepatnya kita bisa ber”cermin” bukan dengan orang lain tetapi ber”cermin”-lah dengan diri kita (http://www.youtube.com/watch?v=ql_FdvD5nNs&feature=related).
Menghargai kelemahan dengan lebih baik bisa dimulai juga dengan menonton film ini (http://www.youtube.com/watch?edit=vd&v=NgmnE-nBpjk) yaitu cerita tentang kesaksian seorang isteri yang memberikan kata-kata kenangan terakhir saat pemakaman sang suami. Kelemahan sang suami seperti suka ngorok dan kentut saat tidur dulunya sangat mengganggu, tetapi sang isteri bisa cepat memahami kalau justeru saat sang suami saat sakit keras, bahwa ngorok dan kentut adalah tanda sang suami masih bertahan hidup. Demikianlah saat sungguh-sungguh sang suami sudah tiada, sang isteri bisa testimoni bahwa (maaf) ngorok dan kentut adalah “beautifully imperfection that make perfect”.
Sekarang kembali kepada kita, bagaimana kita bisa mengenali dan men”siasati” kelemahan tersebut? Memang perlu waktu dan teman seumur hidup untuk seutuhnya kita “tahu diri” dan akhirnya bisa bilang, Terima Kasih Tuhan karena telah Engkau ijinkan untuk memakai pasangan, keluarga dan teman-teman membuat saya semakin wangi di dalam perjalanan kembali kepada YME...
Perlu teman untuk berdiskusi seumur-hidup soal “kelemahan” (IMPERFECTION) yang bisa menjadi KEKUATAN KITA (PERFECTION in OUR LIFE)? Join atau hubungi kami di www.careplusindonesia.com atau di FB GROUP: https://www.facebook.com/groups/careplusindonesia/
Salam Karakter,
Ir. William Wiguna, CPHR., CBA., CPI.
Care Plus Indonesia®
The First Life Time® Program & Counseling
PIN BBM: 2144922D
Twitter @williamwiguna
FB: William Wiguna
HP: 0818-839469, 021-94746539
william.wiguna@gmail.com
william@careplusindonesia.com
www.careplusindonesia.com (NEW, REDESIGNED!)
www.bestcharacters.blogspot.com
Senin, 14 November 2011
Behavioral Key Performance Indicator
Meningkatkan Kinerja Individu dan Organisasi
dengan Manajemen Perilaku
Hotel Aston Primera Pasteur Bandung
Sabtu, 26 November 2011
Pukul 08.00 – 17.00 WIB
Mengapa Anda sebaiknya ikut training ini?
Problem yang ingin dipecahkan:
1. Perusahaan Anda sudah memiliki visi, misi, dan sasaran yang jelas namun terbentur dalam
pelaksanaannya.
2. Tim Anda masih belum memenuhi standar kompetensi dan kinerja yang dibutuhkan.
3. Strategi yang telah Anda rancang menjadi tumpul, tidak jalan.
4. Eksekusi program kerja sangat lemah dan berjalan lambat.
5. Struktur organisasi Anda tidak efisien atau “terlalu gemuk”.
6. Produktifitas karyawan terus menerus turun.
Untuk mengatasinya, Anda (sebagai atasan) mengalami salah satu atau beberapa masalah berikut:
1. Kesulitan menyusun Job Description yang benar.
2. Sering melakukan kesalahan dalam proses rekrutmen karena judgmental error.
3. Kesulitan menilai prestasi kerja karyawan/penilaian kinerja.
4. Kesulitan dalam menyusun struktur gaji & benefit berdasarkan kinerja/prestasi.
5. Kesulitan dalam melakukan pengukuran kepuasan kerja karyawan.
6. Tidak memiliki TOOLS yang akurat untuk melakukan assesment dan penilaian kinerja.
Mengapa menggunakan Behavioral Key Performance Indicator?
1. Perubahan kinerja seseorang dimulai dari perubahan perilaku.
2. Manusia tidak bisa diubah, tapi perilaku manusia bisa diubah.
3. Perilaku manusia bisa diukur dan bisa dibandingkan.
4. Melakukan assessment berdasarkan perilaku memiliki akurasi yang tinggi.
5. Karena bisa diukur dan akurasinya tinggi, perilaku bisa dimanage.
6. Tingkat keberhasilan dengan BKPI atau API (Attitude Performance Indicator) hampir 100% untuk semua level.
Materi Pembahasan
Dalam training ini Anda akan mempelajari:
1. Bagaimana menguji Job Description “Copy Paste” VS Integrated Job Description.
2. Bagaimana melakukan rekrutmen dengan metode Manajemen Perilaku.
3. Bagaimana membuat Job Profile dengan Manajemen Perilaku.
4. Bagaimana menyusun KPI Rapor Prestasi secara Harian, Mingguan dan Bulanan.
5. Bagaimana mengelola Prestasi Tim, bukan One Man Show yang sibuk sendiri.
Metode Pelatihan
80% praktek, aplikasi dan role play.
Speaker
Ir. William Wiguna
Founder Care Plus Indonesia®, a behavior team work building network. Partner Quantum
Quality International®
IPB Graduation, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Angkatan 22 ‐1985
International Certified Professional Human Resource (CPHR)
International Certified Behavior Analyst (CBA) dan Authorized Reseller DISCovery®
DISC Report System dengan validitas Internasional (USA, UK, Singapore & Indonesia)
International Certified Performance Improvement (CPI)
Professional in Behavioral Styles Management selama lebih dari 20 tahun.
Narasumber Solusi Bisnis Radio Heartline FM 100.6 (setiap Senin pertama dan
ketiga jam 17.00‐18.00)
Pengasuh Rubrik Konsultasi Bisnis Tabloid Wanita Indonesia
Coach khususnya di bidang Manajemen Perilaku Team SDM, Marketing dan Sales
dengan JAMINAN KONSULTASI PRIBADI SEUMUR HIDUP® pertama di INDONESIA
dengan total Client lebih dari 20.000 peserta.
Investasi
Normal: Rp 1.750.000/orang.
Untuk Early Bird (lunas sampai dengan paling lambat Senin, 14 November
2011) hanya Rp. 1.500.000/orang.
Bonus
Bebas konseling dan konsultasi program seumur hidup setelah kelas selesai.
Menggunakan 3‐7 jenis tools yang valid dan bergaransi seumur hidup.
Lokasi
Aston Primera Pasteur Hotel and Conference Center
Jl. Dr. Djunjunan 96, Pasteur
Bandung ‐ Indonesia
Tanggal & Waktu
Hari Sabtu, 26 November 2011 pukul 08.30 – 17.00 WIB
Cara Melakukan Registrasi
1. Isi formulir online yang kami sediakan di website: http://bit.ly/ov5F8v
2. Lakukan Pembayaran ke salah satu rekening di atas
3. Lakukan konfirmasi pembayaran melalui telepon atau sms ke 022‐92888777.
Informasi & Registrasi
PT. SANDILOKA
Komplek Dai Chi Kavling 47 – Antapani, Bandung, 40291
Hari Kerja: Senin – Jumat, pukul 08:00 – 17:00 WIB
Telepon: 022‐7104067
SMS: 022‐92888777, 0859‐59‐868242 (VOUCHA)
Email: event@voucha.co.id
Web: http://event.voucha.net
Mailinglist
Jika Anda tertarik untuk mempelajari lebih lanjut, berdiskusi dan berinteraksi dengan para pengusaha
server pulsa dari seluruh Indonesia, silakan bergabung ke mailinglist kami.
Untuk bergabung via email, kirim email kosong ke voucha‐subscribe@googlegroups.com
Untuk bergabung via web, silakan kunjungi halaman http://groups.google.com/group/voucha
Langganan:
Postingan (Atom)